BEDAH MAKNA
TAPERA
Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA),
yangdiatur oleh Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 4 Tahun 2016, merupakan programsimpanan
dana jangka panjang yang ditujukan untuk pembiayaan perumahan, terutama
bagiMasyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Masyarakat Berpenghasilan
Menengah ke Bawah
[(MBM). Namun, jika kita meneliti naskah
akademik Rancangan Undang-Undang tentang Tapera serta Undang-Undang Tapera
nomor 4 tahun 2016, terdapat celah substantif yang menunjukkan kemungkinan
program TAPERA dapat mengalami kegagalan serupa dengan
program sebelumnya, yaitu Bapertarum-PNS.
AWAL
ATURAN YANG MENYENGSARAKAN
Taperum PNS, program era pemerintahan
Soeharto yang
diatur dalam Keppres Nomor 1 Tahun 1993
menjadi cikal
bakal program Tapera di era pemerintahan
Jokowi.
Sebelumnya, program ini berakhir gagal
karena sengkarut
lahan menghambat realisasi program Taperum,
di mana
penyaluran uang muka Taperum bagi PNS
tergolong kecil
dengan realisasi pengadaan yang tidak
sesuai dengan
kebutuhan pekerja. Selain itu, terjadi
konflik dalam
transparansi pengelolaannya yang kala itu
mencapai ratusan
miliar rupiah, di mana BPK dihambat untuk
melakukan audit.
Hasilnya, ditemukan kerugian mencapai
Rp179,9 M pada
tahun 2000. Sehingga, pemerintah saat ini
harus
memperhatikan berbagai faktor internal
maupun eksternal
yang menyebabkan kegagalan pendahulunya
dengan
komprehensif, dan harus sigap memberikan
jaminan transparansi perhitungan keuangan
kebijakan dan
mekanisme penyaluran dana Tapera.
LANTAS KENAPA DITAHUN INI TAPERA TERGESA GESA?
Keterjangkauan
pembiayaan perumahan menjadi salah
satu kendala
kepemilikan rumah, terutama bagi
Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) di Indonesia.
TAPERA bertujuan
untuk menghimpun dan menyediakan
dana murah jangka
panjang untuk pembiayaan
perumahan. Oleh
karena itu, TAPERA diharapkan menjadi
solusi atas
masalah keterjangkauan pembiayaan
perumahan. Tapera
dibentuk untuk memperbaiki program
sebelumnya,
Bapertarum-PNS, yang fungsinya kurang
optimal.
Bapertarum-PNS memiliki konsep yang baik,
yaitu pembiayaan
perumahan yang berasal dari partisipasi
tabungan
masyarakat, sehingga tidak sepenuhnya
bergantung pada
subsidi pemerintah. Melalui Tapera,
partisipasi
diperluas tidak hanya bagi Pegawai Negeri Sipil
(PNS), tetapi
juga bagi semua pekerja dan pekerja mandiri
di seluruh
Indonesia. Total dana yang ditargetkan TAPERA
kurang lebih Rp.
1,5 triliun untuk penyaluran 11.000 unit
rumah.
PERATURAN TAPERA POTONG GAJI PEKERJA??
Tapera atau Tabungan Perumahan rakyat
sedang ramai diperbincangkan publik.perbincangan itu hadir setelah
diperbincangkan publik. Perbincangan itu hadir
saran Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024
tentang Perubahan Atas PP Der
Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan
Tapera diteken
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Mei
2024 lalu. Peraturan ini
menjadi perbincangan karena setelah berlaku
gaji pekerja di
Indonesia akan dipotong 2,5 persen.
Pasal 15 ayat (1) aturan itu menyebutkan,
besaran simpanan
Tapera peserta adalah 3 persen dari gaji
atau upah untuk peserta Bu
pekerja (dengan komposisi 0,5 persen oleh
pemberi kerja dan 2,5
persen oleh pekerja), dan penghasilan untuk
peserta pekerja
mandiri. Aturan ini akan berlaku mulai Mei
2027. Simpanan hanya
dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan
perumahan atau
dikembalikan setelah kepesertaan berakhir.
BARISAN
KONTRADIKTIF
YANG TERUS TERJADI
1. Ketidakjelasan pengelolaan dana TAPERA
dan
manfaatnya menurut Undang-Undang Nomor 4
Tahun
2016 tentang Penyelenggaraan Tabungan
Perumahan
Rakyat (UU Taper)
2. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)
dan
Konfederasi Seikat Pekerja Seluruh
Indonesia (KSPI)
berencana melakukan judicial review
terhadap
pemberlakuan UU TAPERA karena adanya beban
tambahan bagi pekerja dan pemberi kerja
(pengusaha).
Beban tersebut mencakup iuran BPJS
kesehatan, iuran
BPJS Ketenagakerjaan untuk dana jaminan
hari tua,
jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian,
jaminan
pensiun, dan cadangan pesangon. Beban iuran
ini
membuat tanggungan yang dipikul oleh
pemberi kerja dan
pekerja menjadi sangat besar dan terkesan
"memeras"
rakyat. Ketua Apindo Sulawesi Selatan,
Suhardi, mengungkapkan jika pihaknya dengan tegas telah menolak diberlakukannya
UU tersebut karena menilai program Tapera ini akan memberatkan beban iuran baik
dari sisi pelaku usaha dan pekerja.
3.Dan kebijakan mengenai Tapera banyak
menuai kritik dari barisan kontradiktif terhadap pemerintah banyak dari ketua
partai Alternatif mengungkapkan menolak dan mengkaji ulang mengenai Tapera ini
4. Kebijakan mengenai TAPERA senyatanya
tiidak
memenuhi persyaratan Good Governance yang
dalam
penerapannya tidak melaksanakan asas-asas
umum
penyelenggaraan pemerintahan yang baik secara penuh.
ATURAN BARU TAPERA DIREVISI, SIAPA SAJA
YANG TERANCAM?
Pada Tahun 2016, melalui UU Nomor 4 Tahun
2016 pemerintah
menerbitkan dasar hukum pembentukan Badan
Pengelola Tapera
(BP Tapera) sebagai otoritas yang mengelola
dana penyediaan
perumahan dalam program tersebut. Kemudian
Presiden
menerbitkan aturan pelaksanaan baru program
Tapera melalui PP
Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan revisi
dari PP Nomor 25
Tahun 2020. PP baru tersebut dirancang
untuk seluruh pekerja dari
berbagai sektor, termasuk ASN, Prajurit
TNI, Anggota Polri,
Pegawai BUMN/BUMD/BUMDes, serta pekerja
swasta. Meskipun
Tapera bukan aturan baru, namun Tapera
menjadi perbincangan
publik karena aturan ini tadinya hanya
mewajibkan ASN dan anggota
TNI/Polri sebagai pesertanya, namun kini
seluruh pekerja sektor
formal dan informal diwajibkan ikut program
tersebut. yang dimana
hal itu menimbulkan perdebatan di
tengah-tengah masyarakat.
SUDAH PUNYA RUMAH TETAP NABUNG BELI RUMAH?
Tidak hanya itu, bahkan peserta yang sudah
memiliki rumah tetap diwajibkan
untuk patuh membayar iuran dan hak klaim
(dana pengembalian) diberikan 3
bulan sebelum pensiun. Miskonsepsi terhadap
tabungan wajib ini dijawab
oleh Komisioner BP Tapera yang ditunjuk
langsung oleh Presiden Jokowi,
Heru Pudyo Nugroho dengan dalih asas
gotong-royong dalam Tapera
mewajibkan keterlibatan seluruh masyarakat
dalam mengatasi demand dan
backlog (ketimpangan) rumah yang layak
untuk rakyat mencapai 700.000-
800.000 setiap tahunnya, sederhanya
tabungan dari peserta yang telah
memiliki rumah sifatnya seperti subsidi
silang. Faktanya, data KemenPUPR
menunjukkan bahwa backlog perumahan justru
cenderung meningkat setiap
tahunnya, sehingga solusi kebijakan Tapera
dinilai tidak efektif. Selain itu, jika
merujuk kepada amanat UU Tapera Nomor 4
Tahun 2016, negara menjamin
pemenuhan kebutuhan warga negara atas
tempat tinggal yang layak dan
terjangkau dalam rangka membangun manusia
Indonesia seutuhnya, berjati
diri, mandiri, dan produktif berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga
dalam hal ini, terdapat
pertentangan dengan UU Tapera sendiri
apabila beban tanggung jawab
mengatasi ketimpangan perumahan hingga
spesifik kepada instrumen subsidi
malah dilimpahkan kepada masyarakat atas dasar dalih apapun.
NOTE
Kita ibaratkan gaji 6juta, buat tapera 3%
yang berarti
dipotong 180.000. lama menabung selama 10
tahun.
180.000 x 120bulan(10tahun) = 21.600.000.
Apakah bisa 21,6 juta untuk perumahan
sedangkan
inflasi meningkat terus setiap tahunnya dan
sudah
pasti nilai uang 21,6 juta tersebut 10
tahun kedepan
akan berkurang.
SUDAH SAATNYA KITA MENYATAKAN SIKAP!!!
Program Tabungan Rakyat (TAPERA) sejatinya
hanya dirancang untuk menambah masalah bagi
negeri ini. Rakyat yang untuk mencukupi
kehidupan
sehari-harinya saja sudah susah,malah
ditimpali
pajak-pajak yang dalam prospeknya pun tidak
jelas.
Namun, apakah kita akan tetap diam jika
mesin-
mesin penghisapan ini terus mendestruksi
hidup
rakyat? Sudah cukup! saatnya kita
berhimpun,
bersuara, dan bertindak atas apa yang sudah
terjadi!
LANTAS KETIKA TAPERA DITOLAK OLEH RAKYAT
DAN DITOLAK JUGA OLEH PENGUSAHA,UNTUK SIAPA ATURAN TAPERA DIBUAT??
https://money.kompas.com/read/2024/05/30/095139726/apa-kepanjangan-tapera
https://cnnindonesia.com/ekonomi/20240605201028-78-1106394/bp-tapera-ungkap-alasan-pengembalian-celengan-pensiunan