SEPUCUK SURAT CINTA UNTUK KAMPUS HITAM

Ini bukanlah surat cinta untuk kekasih yang penuh dengan glorifikasi rasa cinta yang kadang tidak masuk akal atau surat cinta ala anak sekolah yang lebih banyak menabur ilusi yang utopis ketimbang fakta juga tidak bermaksud untuk menjustifikasi rasa cinta semu saya terhadap kampus ini. Tapi surat cinta ini berisi obat untuk telinga yang tuli mendengar keluh kesahmahasiswa mata yang buta melihat realitas kehidupan mahasiswa mulut yang bungkam menyampaikan kebenaran serta hati yang tertutup hasrat membabi buta mengapa surat cinta ini berisi obat? karena tiada cinta yang lebih indah selain cinta yang membawa pada kebenaran. Mari bersepakat untuk menyebut obat itu dengan sebutan kritik dan saran. Sebagaimana sebuah obat yang paling pahitlah yang paling manjur, begitu pula dengan sebuah kritik.

Mari memulai surat ini dengan menawarkan obat untuk penyakit JAM MALAM

Mahasiswa sebagai insan akademis dan insan sosial dalam pelbagai aspek dituntutuntuk selalu punya kebebasan dalam mengeksplorasi dirinya sehingga sekiranya tidak ada satupun sistem yang boleh untuk membatasi mahasiswa dalam mengeksplorasidirinya termasuk aturan-aturan yang berlaku di kampus meskipun demiian kiranya kita harus bersepakat dengan apa yang disampaikan oleh Prof Yasonna Laolly "Kebebasan yang sebebas-bebasnya bukanlah kebebasan tapi anarki "tuturnya kedalaman makna penyataan diatas berada pada control dari kebebasan agar tidak menyerempet kebebasan orang lain, dan bukan merujuk pada pembatasan kebebasan.

PNUP dalam beberapa aturannya tampak telah berusaha secara sistematik membatasi kebebasan mahasiswa yang salah satunya tercermin dalampembatasan kegiatan mahasiswa di malam hari atau pemberlakuan jam malam berdasarkan surat edaran terbaru, kegiatan mahasiswa di kampus hanyalah sampai jam 6 petang, dan di hari normal sedikit 2 jam lebih lama. Sehingga PNUP yang memiliki julukan kampus hitam benar-benar menjadi hitam (gelap) di malam hari,karena tidak adanya cahaya lampu di sekret-sekret lembaga,karena kegiatan mahasiswa telah "secara paksa" diberhentikan oleh aturan tadi lantas, pantaskah jam malam tetap diberlakukan ketika telah jelas aturan tersebut mencederai marwah mahasiswa?

Untuk menjawab pertanyaa diatas, kiranya ada beberapa poin yang harus diterangkan

- Perihal kebebasan mahasiswa

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa mahasiswa mempunya kebebasan dalam mengeksplorasi dirinya lantas kebebasan seprti apa yang terbatasi oleh peraturan jam malam? singkatnya peraturan jam malam membatasi mahasiswa untuk melakukan pengembangan dirinya melalui kegiatan-kegiatan di lembaga hal ini dikarenakan waktu berlembaga yang minim, sehingga kadang masih ada mahasiswa yang sedang asyik berdiskusi atau melakukan kegiatan pengembangan minat dan bakat di sekretariat masing-masing namun sudah diusir oleh pihak keamanan kampus, dikarenakan jam malam sudah lewat, tentu hal ini sangat miris dalam budaya kebebasan akademis, Belum lagi, waktu untuk berinteraksi dn bersosialisasi sesama insan akademis sangatlah terbatas, dikarenakan waktu kuliah di kelas biasanya sampai sore hingga menjelang maghrib. Sehingga sudahlah jelas bahwa dengan adanya jam malam, dalam beberapa aspek kebebasan mahasiswa nampak terbatasi.

- Menyoal ketertiban dan keamanan

Argument yang paling sering di lontarkan oleh birokrasi terkait aturan jam malam adalah persoalan kemanan dan ketertiban kampus, pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah tindak kriminal hanya terjadi di malam hari? Realitanya di siang hari pun banyak terjadi tindak kriminal, apakah harus diberlakukan jam siang juga? Apakah kampus takut biaya listriknya akan membengkak? Jikalau malam selalu dikambing hitamkan atas segala bentuk gangguan ketertiban dan keamanan nampaknya sangat tidak adil hal ini, karena tidak ada korelasi antara waktu dengan tindak kejahatan, semuanya tergantung dari individu masing-masing, dan bagaimana sistem pengawasan dibangun.

Pada akhirnya jika berusaha melihat berbagai paparan diatas dengan bijak seharusnya sudah jelas bahwa aturan mengenai jam malam telah mencederai marwah mahasiswa dan sudah menjadi kewajiban bagi pihak birokrasi untuk mengahpuskan aturan tersebut.

"Bulan sudah nampak di langit, menandakan kesunyian malam kembali gunakan waktu ini untuk merenung agar hariesok lebih baik darihari ini" tutur seorang bijak.


Selanjutnya adalah obat untuk penyakit doktrinasi inskontitusional terhadap aksi demonstrasi

Saya mau membawa hadirin sekalian berjalan-jalan di tahun 98 ketika reformasi diperjuangkan oleh kawan-kawan mahasiswa dengan tidak mudah ada banyak pengorbanan dan perjuangan mulai dari kreasi sang actor intelktual sampai militansi para destroyer demi satu tujuan menggulingkan tirani. emokrasi yang merupakan anak kandung reformasi telah membawa angin segar bagi pergerakan mahasiwa melalui semangat kebebasan berpendapatnya. Kebebasan berpendapat ini kemudian di legitimasi oleh konstitusi melalui UUD 1945 pasal 28. Spirit refomasi yang telah berusia 23 tahun ini tentu kita harpkan tetap menyala dengan membara sampai hari ini,. Namun, celakanya di kampus hitam ini, kampus yang katanya vokasi terbaik ke 6 di Indonesia tahun 219, tapi airnya masih sering macet, kebebasan berpendapat masih sangat dibatasi. Tiap tahunnya mahasiswa baru selalu dicekoki dengan doktrin haramnya demonstrasi, "Kalo demo nanti di DO" katanya sungguh doktrin yang konyol dan inkonstitusional "Jangan demo nanti citra kampus buruk" katanya. Sungguh doktrin yang konyol dan inkonstitusional. "Jangan demo, nanti citra kampus buruk" katanya sungguh doktrin yang semparangan dan tidak esensial. Begitulah realitanya kawan-kawan kampus vokasi terbaik ke 6 "KATANYA"

Namun lebih celaka lagi kita sebagai mahasiswa justru terlena dan di ninabobokan oleh realitas yang bobrok tadi. Kita seakan tidak punya daya kritis dan upaya untuk melawan system birokrasi yang tidak demokratis.Belum lagi gerakan kolektif melalui Ormawa yang diharapkan dapat menampung aspirasi pergerakan justru mandul dan termakan oleh status quo system di lembaga masing-masing. Budaya-budaya lama yang tidak relevan makin menjadi pakem di lembaga-lembaga sehingga menjadikan rezim kakanda sebagai role model gerakan pengaderan di ormawa. Pada titik ini, Gerakan pengaderan sebagai ujung tombak gerakan lembaga menjadi hal yang paling vital, kiranya saya bersepkat dengan Ahmad Nurfajri dalam tulisannya di daring. Ormawa perlu melakukan semacam rejuvenasi kaderisasi yang berarti meremajakan kembali kaderisasi lembaga kemahasiswaan, Alasannya ada dua menurut fajri, pertama model pengkaderan yang ada pada lembaga kemahasiswaan tampak kian usang dan tidak sesuai dengan semangat zaman yang ada yaitu era digital. Kedua kaderisasi lembaga kemahaiswaan hanya terkesan untuk gagah-gagahan dan tidak menyentuh nilai ideal identitas seorang mahasiswa. Pada akhirnya menurut saya pengaderan di lembaga harus mampu membaca kondisi di era disrupsi seperti sekarang ini.

Hegemoni kultur yang terbangun sebagai efek dari sistem pengaderan yang usang, telah membentuk polarisasi gerakan secara sektoral. Hegemoni gerakan yang demikian, membawa gerakan pada stagnansi dan kontra produktif terhadap isu yang sedang berkembang. Sehingga menurut Gramsci di kondisi demikian perlu ada semacam kontra hegemoni yang mampu memecahkan kebekuan gerkan sektoral. Pada titik ini, saya perlu menyetir pemikiran progressif Nurcholis Majid tentang multikulturalisme dan pluralisme. Menurut Cak Nur segala bentuk perbedaan hanya dapat menjadi kekuatan. Ketika perbedaan itu memiliki semacam common platform atau kaliimatun sawa dalam Bahasa kitab atau TItik Temu dalam bahasa keseharian kita. Titik temu inilah yang akan membiasakn segala macam perbedaan dan lalu dapat dijadikan sebagai senjata perlawanan. Pernyataanya kemudian, dalam konteks lembaga mahasiswa dimana Titik Temu itu, dan bagaimana mencapainya?

Melalui eleborasi mendalam, saya melihat titik temu kita adalah apa yang harihari ini kita teriakkan sebagai sumpah mahasiswa.

Tanah air tanpa penindasan

Bangsa yang gandrung akan keadilan

Dan bahasa tanpa kebohongan

Itulah titik temu kita kawankawan. Sehingga upaya untuk mencapai titik temu ini hanyalah melalui gerakan yang Manunggal, Yaitu gerakan yang bersatupadu dalam sikap dan tingkah laku.

  • Share:

ARTIKEL TERKAIT

14 COMMENTS

LEAVE A COMMENT