Perang Rusia-Ukraina, Siapa yang patut dibela?

   Penulis: Muhammad Qalbi

        Keruntuhan Uni Soviet pada 1990 memicu banyak negara yang ingin mendeklarasikan kemerdekaan termasuk rakyat Ukraina. Konflik ini berawal dari Presiden Leonid Kuchma Ukraina terpilih menjadi pada 1994, dan ia membangun Ukraina sebagai negara kapitalis, berbeda dari Soviet dengan aliran ekonomi sosialis kala itu. Berawal dari inisiasi itu, sehingga pada Tahun 2008, Presiden Yuschenko dan Perdana Menteri Yulia Tymoshenko berusaha agar Ukraina masuk ke dalam aliran negara yang menganut sistem kapitalis. Langkah ini didukung Presiden George W. Bush, tetapi ditolak oleh negara yang mempunyai basis terbesar dari Uni Soviet yaitu Rusia. Sehingga muncul beberapa peran - peran kepentingan dari kedua negara ini dari tahun ke tahun hingga puncak dari konflik itu pada bulan februari lalu

          Jika kita pandang dalam segi kekuatan militer kurang logis kemudian negara ukraina yang baru-baru mendeklarasikan kemerdekaannya namun kuat untuk melawan negara sebesar Rusia, pastinya ada suatu kekuatan yang sama besar atau bahkan lebih besar dari negara Rusia sendiri yang menahkodahi konflik yang terjadi, Lantas siapakah negara tersebut? Yah, Amerika Serikat merupakan aktor dibalik keberanian Ukraina. Negara Imprealis (tahapan tertinggi kapitalis) dan juga Ibu kandung dari The Nort Atlantic Treaty Organization (NATO).

        Setelah runtuhnya Uni Soviet, posisi Rusia dalam arena Internasional menjadi sangat lemah. AS menggunakan kesempatan ini untuk terus melakukan ekspansi ke Eropa Timur, dengan memperluas wilayah NATO ke wlayah Eropa Timur, dan Eropa secara keseluruhan bukan sesuatu yang asing bagi kepentingan AS. Dalam visi figur anti-komunis keturunan Polandia yang juga sempat menjadi penasehat kemanan prsiden Jimmy Carter, Zbigniew Brzezinski, ekspansi ke timur Eropa menjadi keharusan untuk mempertahankan Imprealisme AS di abad 21. Dalam bukunya The Grand Chessboard (1997) Brzezinski melihat negara sekutu yang mendukung dominasi AS sebagai sebatas wilayah "bawahan, tributaris (wilayah yang harus membayar upeti), protektoral, koloni." Ia juga menganggap aliansi dengan Uni Eropa sangat penting bagi AS karena dapat digunakan sebagai jembatan peluasan pengaruh AS di kawasan Eropa-Asia (Brzinski 1997,74)

        Maka wajar saja jika Rusia memiliki kekhawatiran atas perluasan pengaruh AS melalui NATO di Eropa Timur dikarenakan dengan misi ekspansi NATO berpotensi untuk menundukkan wilayah-wilayah terdekatnya secara politik dan ekonomi. Dan ancaman ini nyata bagi Rusia. Terhitung sejak 1999 sampai dengan 2020, sudah ad 14 negara yang sebelumnya adalah bagian dari Pakta Warsawa (perjanjian persahaban negara blok timur) yang kemudian menjadi menjadi anggota NATO. Dengan kata lain, AS semakin mendekat dengan pelataran tanah Rusia. Adalah logis kemudian jika Rusia merasa perlu menyikapi perluasan pengaruh AS melalui NATO seperti sekarang ini.

        Lantas bagaimana dengan negara Rusia sendiri, Apakah Rusia merupakan negara suci akan imprealisme? Rusia hari ini sudah bukan negeri terbelakang dan tidak berkembang seperti sebelum 1917. Sekarang, Rusian adalah sebuah negeri industri yang maju, dengan konsentrasi kapital yang tinggi, dimana sektor perbankan (yang sendirinya juga tersentralisir) memainkan peran kunci dalam ekonomi.

        Ini tidak diubah oleh fakta bahwa migas memainkan peran kunci dalam ekonomi Rusia. Terlebih lagi, sumber daya alam ini tidak berada di bawah kendali perusahaan-perusahaan multinasional asing, tetapi ada di tangan oligarki Rusia. Kebijakan asing Rusia secara garis besar diarahkan oleh keperluan pasar untuk ekspor energinya (terutama) dan logistik untuk mengirimnya.

          Namun, benar kalau kita menganggap bahwa Rusia bukanlah negara yang setara dengan Amerika Serikat klau kita berbicara tentang Imprealisme. Rusia masihlah kekuatan imprealis menengah apabila dibandingkan dengan AS bahkan tidak sebanding dengan kekuatan Imprealis Eropa. Tetapi tidak bisa kita pungkiri Rusia merupakan kekuatan Impprealis dengan ambisi di Asia Tengah hingga Eropa Timur.

         Hingga artikel ini tersaji invasi Rusia ke Ukraina masih gencar-gencarnya. Invasi ini sendiri dimotori oleh presiden nya yaitu Vladimir Putin. Kebijakan yang diambil oleh Putin bukanlah dimotivasi oleh penderitaan etnis Rusia di Ukraina, ataupun penderitaan rakyat Dombas tetapi Eskalasi Putin mencerminkan keamanan nasional kelas kapitalis Rusia. Selain itu, Putin juga berusaha memperkuat popularitasnya di Rusia, yang telah terpukul karena problem-problem sosial dan tingkat kemiskinan yang memburuk. Menabuh genderang perang dan mengorbangkan sentimen nasionalisme adalah cara yang ampuh untuk mengalihkan perhatian rakyat pekerja dari problem-problem mereka, "Nasionalisme selalu berguna untuk mengaburkan konflik kelas"

        Kesimpulannya adalah perang ini merupakan perang kepentingan Imprealisme yang tidak boleh kita dukung sama sekali. Peran ini memberikan dampak negatif bagi Ukraina, Rusia, dan seluruh dunia. Melalui artikel ini saya menentang perang Rusia di Ukraina. Ini merupakan perang kepentingan berdarah pada abad 21 yang dimana kelas-kelas pekerja Ukraina paling dirugikan dalam peran ini. Mereka ibarat preman-preman yang konflik demi wilayah kekuasaan yang jadi korban adalah kelas buruh.



Referensi:

https://indoprogress.com/2022/03/posisi-sosialis-terhadap-konflik-rusia-ukraina/

https://revolusioner.org/internasional/eropa/8868-posisi-internasionalis-dalam-perang-ukraina-statemen-perhimpunan-sosialis-revolusioner.html
https://revolusioner.org/internasional/eropa/8866-perang-ukraina-bentrokan-antara-ambisi-imperialisme-as-dan-rusia.html

https://www.liputan6.com/global/read/4887405/kronologi-sejarah-konflik-rusia-dan-ukraina-modern


  • Share:

ARTIKEL TERKAIT

2 COMMENTS

LEAVE A COMMENT