DOORPRIZE KEMERDEKAAN DARI REZIM CILAKA UNTUK RAKYAT INDONESIA

  

DOORPRIZE KEMERDEKAAN DARI REZIM CILAKA UNTUK RAKYAT INDONESIA

17 Agustus adalah momentum bersejarah, dimanana Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan sejarah yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Dengan pengumuman Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada dunia maka Indonesia telah dinyatakan sebagai negara baru yang memiliki kedudukan yang sama dengan negara-negara lain yang sudah melakukan Proklamasi Kemerdekaan. Kemerdekaan Ini tentu dapat diraih berkat adanya rasa persatuan dan kesatuan seluruh rakyat agar bangsa bangsa ini bisa lepas dari belenggu penjajah. Itu sebabnya sejarah perjuangan bangsa Indonesia tidak hanya meliputi satu usaha saja, namun meliputi usaha bersama yang terjadi di setiap wilayah di Indonesia mulai dari perjuangan pahlawan nasional di beberapa daerah guna mengusir para penjajah hingga perjuangan secara politik, pendidikan dan ekonomi di masa pergerakan nasional. Tentunya pada masa perjuangan itu bangsa Indonesia mengalami penderitaan yang sangat tragis, seperti sistem tanam paksa, Romusha, Kerja Rodi hingga perbudakan. Dan melawan para Kolonial tentu butuh perjuangan dan pengorbanan darah dan air mata hingga Indonesia Merdeka. Namun saat ini 78 Tahun Kemerdekaan Indonesia, neokolonialisme Kembali hadir dengan  berbagai Doorprize Kemerdekaan  yang sangat menyengsarakan dan menindas rakyat, Doprize ini dihiasi dengan tema “Terus Melaju dengan Indonesia Maju”
Lantas apakah dikatakan Melaju Ketika tidak mampu menuntaskan Pelanggaran HAM masa lalu?
Lantas apakah dikatakan Melaju Ketika utang luar negeri terus Bertambah?
Lantas apakah dikatakan Maju Ketika Pendidikan yang hadir tidak mampu di akses oleh semua rakyat Indonesia?
Lantas apakah di katakan melaju Ketika angka korupsi masih sangat Tinggi?


BERIKUT DAFTAR DOORPRIZE DARI REZIM CILAKA :

KOMERSIALISASI PENDIDIKAN 
Dalam Kongres Pendidik Pertama Se-Rusia, Lenin berpidato mengatakan bahwa semakin berbudaya negara borjuis, semakin halus dia berbohong ketika menyatakan bahwa pendidikan dapat berdiri di atas politik dan melayani masyarakat secara keseluruhan. Faktanya sekolah berubah menjadi sekedar instrumen tatanan kelas borjuasi. Pendidikan sepenuhnya dijiwai semangat kasta borjuis. Serta bahwa “Kita mengatakan bahwa tugas-tugas kita dalam bidang pendidikan adalah bagian dari perjuangan untuk menggulingkan borjuasi. Kita secara terbuka mendeklarasikan bahwa pendidikan yang terpisah dari kehidupan dan politik adalah kebohongan dan kemunafikan.” Terdapat dua tujuan besar dalam pendidikan di bawah Kapitalisme yaitu untuk yang disebut Lenin sebagai “memasok kapitalis dengan buruh patuh dan terampil” serta pendidikan itu sendiri menjadi komoditi. Ketika kelas buruh dihisap kerjanya, (orang tua) mahasiswa terus diperas untuk membiayai pendidikan tinggi yang semakin mahal.  Komersialisasi terus merangsek ke ranah pendidikan. Pertama, ini menciptakan ketidaksetaraan dalam akses pada pendidikan bermutu. Hanya kaum kaya yang dapat menikmati pendidikan terbaik. Bagi mayoritas kaum tani, buruh, dan miskin kota pendidikan semakin tak terjangkau. yang seharusnya pendidikan harus dapat diakses oleh seluruh warga negara tanpa terkecuali sesuai dengan amanat UUD 1945 “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” Dan lebih parahnya lagi Setiap keputusan yang dilakukan pemimpin lembaga pendidikan didasarkan pada mekanisme pasar. Keuntungan adalah segala-galanya, dengan logika yang demikian peserta pendidikan diasumsikan sebagai human capital yang disiapkan sebagai pengisi dunia kerja.
Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi degradasi akut dalam fungsi pendidikan yang sebenarnya. Padahal, jika negara menganggap bahwa pendidikan merupakan instrumen penting dalam memajukan peradaban bangsa, maka seharusnya pendidikan benar-benar diperhatikan. Ketika pemerintah menyalahkan kebodohan sebagai penyebab kemiskinan rakyat, yang sesungguhnya terjadi adalah sistem kapitalisme-lah yang membodohkan rakyat. Motif profit kapitalis bertentangan dengan tujuan luhur pendidikan. Rezim Cilaka sering berbicara mengenai revolusi mental. Tetapi revolusi mental ini tidak akan terjadi tanpa revolusi yang sesungguhnya!!!

UU CIPTA KERJA PEMBAWA PETAKA (FLESIBILITAS & POLITIK UPAH MURAH)
UU Cipta Kerja telah resmi disahkan oleh parlemen. Selain karena melalui proses legasi yang tergesa-gesa dan tidak transparan (misalnya, terdapat indikasi bahwa terjadi perubahan substansi pasal-pasal UU Cipta Kerja setelah disahkan), UU Cipta Kerja yang kontroversial ini memperlemah perlindungan hukum bagi pekerja, lingkungan, petani, masyarakat adat, dan eleman masyarakat lain. Lebih dari itu, UU Cipta Kerja merupakan bentuk dari model pembangunan ekonomi dominan yang bertujuan untuk liberalisasi ekonomi dan cenderung berpihak kepada pemodal besar, terutama di beberapa sektor seperti pertambangan, perkebunan. undang-undang ini ‘cipta kerja’ adalah strategi politik jenius. Strategi diskursif yakni minimnya agenda pembangunan ekonomi yang menempatkan penciptaan lapangan pekerjaan formal sebagai salah satu tujuan utama. Secara umum, terdapat beberapa masalah krusial pada UU Cipta Kerja sehingga berdampak buruk pada nasib kaum buruh. 
Pertama, bertambahnya ketentuan batas waktu maksimal dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Ketentuan batas waktu maksimal dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang semula maksimal paling lama 3 tahun dengan satu kali perpanjangan kontrak 2 tahun, dengan tambahan maksimal 1 tahun, sekarang perjanjian kontrak menjadi maksimal hingga 5 tahun. Artinya dengan durasi kontrak kerja yang panjang tersebut, maka buruh semakin tidak memiliki jaminan kepastian kerjanya. alias sulit diangkat menjadi pekerja tetap atau PKWTT.
Kedua, dihapuskannya pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan alih daya (outsourcing). Sehingga semua buruh yang bekerja di berbagai jenis pekerjaan dapat dipekerjakan dengan sistem outsourcing atau alih daya.
Ketiga, dihapuskannya variabel “kebutuhan hidup layak” sebagai pertimbangan penetapan upah minimum sebagai rujukan penghitungan upah minimum yang berdampak pada bergesernya konsep perlindungan pengupahan secara luas. Sehingga Kenaikan upah tidak akan pernah mencapai kebutuhan hidup layak. Apalagi Kenaikan upah sektoral sudah tidak diberlakukan lagi sejak tahun 2021 hingga sekarang. Bahkan Menteri Ketenagakerjaan juga menerbitkan Permenaker No.5/2023 yang melegitimasi pemotongan upah buruh hingga 30%/bulan dan perubahan waktu kerja sepihak bagi buruh di sektor industri padat karya berorientasi ekspor.
Keempat, pemutusan hubungan kerja menjadi lebih mudah karena dibuka proses PHK hanya melalui pemberitahuan pengusaha kepada buruh tanpa didahului dengan perundingan. Hal ini yang kemudian mengakibatkan ledakan angka buruh yang di-PHK sepanjang UU Cipta Kerja diberlakukan. Dan beberapa hal yang tentunya cenderung berpihak sama kepentingan pemodal. 
Bahwa kemudian, pasca putusan MK no 91/PUU-XVIII/2020 tentang undang-undang cipta kerja no 11 tahun 2020 yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat pada praktiknya masih dijalankan oleh pengusaha dan juga lembaga pemerintah seperti Disnaker serta Pengadilan Hubungan Industrial dalam memutus perkara. Artinya narasi kekosongan hukum yang diucapkan oleh REZIM CILAKA adalah sebuah tipuan terhadap rakyat yang menjadi korban atas terciptanya undang-undang cipta kerja omnibus law khususnya kaum buruh.

PERAMPASAN RUANG HIDUP
Perampasan ruang hidup adalah upaya untuk memperoleh kontrol atas tanah dalam skala luas atau juga sumberdaya alam yang lain melalui berbagai konteks dan bentuk yang mencakup modal dalam jumlah besar yang seringkali mengubah orientasi penggunaan sumberdaya ke dalam sifat-sifatnya yang ekstraktif, baik untuk tujuan internasional atau domestik, sebagai respons terhadap konvergensi pangan, Sebagai sebuah persoalan ekonomi politik, perampasan ruang hidup selalu melibatkan setidaknya dua aktor, yaitu aktor bisnis yang memiliki keperluan atas lahan untuk akumulasi kapital dan pemerintah. Bahkan dalam kenyataannya, realisasi dari perampasan tanah di atas selalu membutuhkan peran negara. Hal tersebut umumnya dilakukan melalui kebijakan pembangunan sehinga negara memiliki peran yang signifikan dalam perampasan ruang hidup. 
Ketika kita melihat permasalahan utama  agraria (tanah, air, dan kekayaan alam) di Indonesia adalah konsentrasi kepemilikan, penguasaan dan pengusahaan sumber-sumber agraria baik tanah, hutan, tambang dan perairan di tangan segelintir orang dan korporasi besar, di tengah puluhan juta rakyat bertanah sempit bahkan tak bertanah. Ironisnya, ditengah ketimpangan tersebut perampasan ruang hidup secara masif masih terus terjadi dan perampasan ruang hidup yang terjadi sekarang ini adalah bentuk nyata dari perampasan kedaulatan rakyat. Yang tentunya bagi Bagi Kami Kaum Tani, Nelayan, Masyarakat Adat, dan Perempuan perampasan tersebut telah membuat kami kehilangan tanah dan kawasan laut yang menjadi sumber keberlanjutan kehidupan.
Perampasan ruang hidup berjalan dengan mudah dikarenakan pemerintah pusat dan daerah serta korporasi tidak segan-segan mengerahkan perangkat keras dalam hal ini  aparat untuk membunuh, menembak, menangkap dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya jika ada rakyat yang berani menolak dan melawan perampasan ruang hidup. Dan melihat akhir dari REZIM CILAKA ruang hidup rawan terampas dan warga rentan Kriminalisasi, mulai dari Perampasan Tanah di Wadas kecematan bener Jawa Tengah, Tambang pasir laut di Pulau Kodigareng & Perampasan Tanah di Bara-Baraya Kota Makassar dan Penggusuran warga dago elos Bandung Jawa barat dan beberapa bentuk perampasan ruang hidup lainnya yang tidak dapat tersampaikan semua melalui tulisan ini dan pada akhirnya kita melihat bahwa cara kerja perampasan ruang hidup merupakan rantai panjang yang didukung oleh beragam model investasi, berbagai peraturan yang represif, dan perencanaan pembangunan yang tidak partisipati.

KRIMINALISASI AKTIVIS
Banyak yang mengatakan bahwa kriminalisasi aktivis merupakan ancaman serius bagi demokrasi, namun kita mesti melihat bahwa Demokrasi yang ada sekarang adalah demokrasi borjuis. Seperti halnya dengan negaranya, demokrasi yang menyertainya juga merupakan mesin dari kelas Penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Ketika ia berhasil memenjarakan para aktivis , ini bukan karena demokrasi diserang, tapi demokrasi ini telah berjalan dengan baik. Demokrasi borjuis seperti halnya sel penjara, ia berperan menjaga agar kepentingan borjuasi tidak terusik. Selama beberapa tahun terakhir, situasi penikmatan kebebasan berekspresi di Indonesia tak kunjung mengalami kemajuan, ditandai dengan masifnya penangkapan sewenang-wenang, pembubaran paksa terhadap demonstrasi secara berlebihan, kriminalisasi terhadap sejumlah aktivis yang mengkritik REZIM CILAKA dan sejumlah pelanggaran lainnya, dan dengan hadirnya Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali menjadi momok bagi kebebasan berpendapat di ruang digital.
Berbagai pasal karet yang ada dalam UU ini terbukti telah memakan banyak korban. Belum lagi penggunaan instrumen hukum tersebut begitu diskriminatif, sebab hanya akan menjerat mereka yang dikategorisasikan sebagai bukan simpatisan pemerintah. UU ITE jadi alat untuk mengkriminalisasi aktivis misalnya pada kasus Haris dan Fatia. Bukan kali ini UU yang kontroversial itu memakan korban. Menurut laporan Southeast Asian Freedom of Expression Network (SAFEnet), terdapat 393 orang dituntut dengan pasal UU ITE selama 2013 sampai 2021. Jelas UU ITE ini berbahaya karena merongrong nilai-nilai demokrasi; memangkas hak menyatakan pendapat sekaligus menimbun pasal yang bisa memenjarakan aktivis yang bersuara kritis. Pada saat yang sama, UU ITE menjadi perisai elite politik dalam meringkus pandangan aktivis dan memayungi arogansi penguasa. proses kriminalisasi yang dilakukan kelas penguasa terhadap aktivis- merupakan langkah kelas penguasa mempertahankan kekuasannya.
~AB


REFERENSI :
https://bata-bata.net/2022/08/26/Komersialisasi-Pendidikan-Perlebar-Kesenjangan-Sosial.html
https://indoprogress.com/2023/04/fatia-dan-haris-kami-bersama-kalian/
Wadas Melawan: Tarik Mundur Aparat dan Hentikan ...

Omnibus Law Cipta Kerja atau Cilaka? - Research-Report Umm 

  • Share:

ARTIKEL TERKAIT

134 COMMENTS

LEAVE A COMMENT