BLU dan Potensi Disorientasi Pendidikan


Penulis: Rizky Abadi Putra          

        Secara filosofis, pendidikan sejatinya adalah proses memanusiakan manusia, sehingga semangat memanusiakan manusia ini harus selalu terejewantahkan dalam setiap proses pendidikan. Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebagai sesuatu yang an sich dari Pendidikan pun dituntut untuk berlaku memanusiakan manusia, itulah kenapa disetiap pengenalan mahasiswa baru, selalu dicekoki dengan konsepsi dasar tentang Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam pandangan penulis, Tri Dharma Perguruan Tinggi inilah yang secara konsepsi berusaha mengejewantahkan proses memanusiakan manusia dalam konteks PTN.

       Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian yang merupakan pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi harus menjadi Orientasi dasar dari PTN dalam menjalankan proses pendidikannya. Karena tanpanya, pendidikan akan mengalami stagnansi dan kemunduran. Pendidikan yang baik harus membebaskan dari belenggu kebodohan dan kedzaliman, serta hegemoni kekuasaan yang mapan.

        Dalam pengelolaan PTN, mengemuka sebuah diskursus yang sering disebut sebagai Good University Governance (GUG). GUG ini berkelindan dengan istilah Good Governance (GG) yang pertama kali dicetuskan oleh Bank Dunia pada 1989. Secara sederhana, GUG merupakan suatu konsep pengelolaan PTN yang linear dengan pembangunan ekonomi, dengan membawa semangat komersialisasi, liberalisasi, dan privatisasi. Sehingga, mudah saja untuk “menuduh” GUG ini membawa semangat Neoliberalisme dalam sektor Pendidikan.

       Komersialisasi secara sederhana dimaknai sebagai upaya PTN untuk mencari keuntungan materi dari proses pendidikannya, agar dapat menambah pendanaan bagi PTN yang bersangkutan. Salah satu upaya PTN untuk menambah pendanaan secara otonom adalah melalui proses membangun kerjasama dengan masyarakat dan/atau dengan koorporasi, sehingga bisa terlepas dari keuangan negara, baik profit maupun non profit, hal inilah yang akrab disebut sebagai Liberalisasi atau Swastanisasi. Liberalisasi ini dimungkinkan terjadi ketika kebijakan PTN sudah diatur secara otonom, dengan kata lain, meminimalisir peran pemerintah pusat dalam pengelolaan PTN sehingga bisa membuka ruang bagi sektor privat untuk menancapkan kukunya pada sector Pendidikan, begitulah kira-kira gambaran mengenai Privatisasi.

     Pada titik inilah dalam pandangan penulis, PTN (terutama PNUP) harus berhati-hati untuk menerapkan pengelolaan PTN dengan konsep Badan Layanan Umum (BLU) atau PTN-BLU. Menurut definisi pasal 1 PP No 23 Tahun 2005, Satker BLU adalah  “Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.” Yang tujuannya adalah untuk “Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat."

        Sekilas dalam definisi diatas tidak ada masalah dalam penerapan BLU, namun dalam hal ini, kiranya saya perlu “memanggil” Immanuel Kant untuk sedikit menengahkan masalah ini menggunakan pandangannya yang popular disebut das ding an sich (Benda pada  dirinya sendiri). Melalui pandangan ini, kita diingatkan untuk tidak terjebak pada apa yang nampak di permukaan, karena apa yang nampak di permukaan belum tentu seperti itu makna sesungguhnya. Atau dengan kata lain, apa yang tertulis dalam teks (UU misalnya) masih perlu dimaknai lebih mendalam diluar dari teks nya yang an sich. Atau dalam pandangan penulis, definisi diatas hanya untuk mengglorifikasi BLU agar mudah diterima oleh khalayak. Persis seperti pemuda yang sedang kasmaran, dan lalu memberi gombalan kepada kekasihnya untuk mengglorifikasi rasa cintanya, meski gombalannya lebih banyak sebuah kebohongan belaka.

     Melalui “iming-iming” fleksibilitas keuangan bagi PTN dalam mekanisme BLU, justru membuka keran bagi masuknya Neoliberalisme dalam Pendidikan. Otonomi dalam pengelolaan keuangan, “memaksa” PTN untuk bisa mendanai proses pendidikannya secara mandiri karena peran pemerintah pusat telah diminimalisir, sehingga bisa saja terjadi disorientasi penyelenggaraan PTN yang semula pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, menjadi orientasi mengumpulkan pundi-pundi rupiah (profit oriented) atau dengan kata lain, PTN-BLU memungkinkan untuk terjadinya Komersialisasi pendidikan. Sebagaimana dalam prinsip Neoliberalisme, Komersialisasi akan selalu menjadi prasyarat materiil bagi terjadinya Liberalisasi, PTN akan selalu berupaya untuk menjalin kerjasama dengan pihak koorporasi dengan harapan bisa menambah keran pendanaan, yang pada tahap paling ekstrim akan sampai pada melibatkan mahasiswa dalam hal ini pembebanan pada UKT maupun SPP. Kenyataan ini akan semakin mendukung terjadinya disorientasi Pendidikan pada PTN seperti pada pemaparan saya sebelumnya.

         Namun, pada akhirnya dalam pandangan penulis kita juga tidak boleh total-totalan dalam menutup celah bagi teraplikasinya PTN dengan konsep BLU. Cukup naif juga rasanya sebagai mahasiswa jika tidak ingin ada perkembangan di kampus kita tercinta (PNUP), apalagi dengan melihat realitas yang terjadi di kampus hitam. Sekurang-kurangnya fasilitas sarana dan prasarana publik semisal kantin, jalanan, ruang kelas, dan fasilitas lainnya bisa lebih memadai dan representative bagi mahasiswa. Melalui mekanisme fleksibelitas keuangan, kiranya dapat menjawab sedikit harapan diatas. Untuk alasan itulah, pada pemaparan sebelumnya penulis hanya mengingatkan PTN untuk berhati-hati dalam menerapkan BLU (Bukan sepenuhnya menolak).

       Sehingga, apa yang harus dilakukan oleh PTN (Utamanya PNUP) ketika ingin menerapkan BLU adalah mempersiapkan prasyarat materiil yang memungkinkan untuk teraplikasinya system BLU di PTN. Prasyarat materill tersebut dalam penelusuran penulis diantaranya adalah :

1.      PTN memiliki persyaratan substantif yang mencukupi,

2.      PTN memiliki persayaratan teknis yang mempuni,

3.      PTN memiliki persyaratan administratif yang lengkap.

Melalui pemenuhan prasyarat materiil diatas, diharapkan potensi disorientasi Pendidikan sesuai pemaparan penulis sebelumnya, dapat diminimalisir.

Untuk menutup opini penulis ini, perlu kiranya mengajukan pertanyaan pamungkas untuk pihak birokrasi kampus PNUP “Sudahkah prasyarat materil diatas terpenuhi?”.

 

REFERENSI :

https://blog.ecampuz.com/kampus-menjalankan-pengelolaan-blu-dengan-benar/

https://www.sketsaunmul.co/opini/ayo-rebut-demokratisasi-pendidikan-bacaan-wajib-mahasiswa-tingkat-akhir/baca

https://identitasunhas.com/kampus-negeri-rasa-swasta-quo-vadis-perguruan-tinggi/

 

Muhammad Chaeroel Ansar, Andi Samsu Alam. Analisis Neoliberalisme dalam Good University Governance di Universitas Hasanuddin. Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan Volume 11, Nomor 1, Januari 2018 (19-25) ISSN 1979-5645, e-ISSN 2503-4952.

 

 

 


 

 

 

  • Share:

ARTIKEL TERKAIT

9 COMMENTS

LEAVE A COMMENT